Aplikasi ride-hailing semakin populer di Indonesia, dengan jasa seperti Grab dan Gojek menawarkan berbagai promo untuk menarik perhatian pelanggan. Namun, di balik berbagai penawaran menarik ini, ada dampak yang dirasakan oleh pengemudi yang tidak bisa diabaikan.
Sebuah fakta menarik ditemukan di Medan, Sumatera Utara, di mana para pengemudi ojek online menggelar aksi unjuk rasa pada 23 Juni 2025. Mereka memperjuangkan hak mereka dan mengajukan beberapa tuntutan, termasuk penghapusan paket promo yang dinilai merugikan mereka secara finansial. Tindakan ini menunjukkan adanya ketidakpuasan yang mendalam di kalangan pengemudi terkait keadaan saat ini.
Ketidakpuasan Pengemudi Terhadap Promo
Promo yang ditawarkan oleh aplikasi ride-hailing bisa menarik pelanggan, tetapi tidak semua pengemudi merasakan manfaat yang sama. Di aksi demonstrasi tersebut, massa ojek online menyuarakan keresahan mereka. Mereka menginginkan penghapusan program-program yang dianggap tidak adil, seperti Grab Bike Hemat (GBH) dan slotfood. Tuntutan ini berfokus pada pengurangan pendapatan yang mereka terima, yang dianggap tidak sebanding dengan biaya operasional yang mereka jalani.
Pihak pengemudi merasa bahwa selama ini mereka tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari para aplikator. Bahkan, mereka berharap pemerintah daerah dapat mengambil tindakan nyata dengan menyusun regulasi baru yang dapat melindungi hak-hak mereka sebagai pekerja. Misalnya, Koordinator aksi, Timbul Siahaan, menekankan pentingnya ada peraturan daerah yang spesifik untuk transportasi online agar perlindungan bagi pengemudi lebih kuat.
Beragam Pandangan di Kalangan Pengemudi
Di Jakarta, suasana sedikit berbeda. Sementara beberapa pengemudi mengaku dirugikan oleh kebijakan promo, ada juga yang merasa diuntungkan. Suhartanti, salah satu pengemudi ojek online, memang mengekspresikan rasa syukur ketika promo hadir. Menurutnya, promo tersebut justru memperbanyak orderan yang ia terima, memberi dampak positif bagi pendapatannya.
Kondisi ini menunjukkan bahwa tidak semua pengemudi mengalami situasi yang sama. Sementara sebagian merasa terdampak negatif, lainnya merasakan keuntungan. Suhartanti menjelaskan bahwa meskipun penumpang menikmati pemotongan biaya, pengemudi tetap menerima tarif yang sama, sehingga keuntungan mereka tidak terpotong oleh program tersebut. Ini menciptakan kesenjangan dalam pengalaman para pengemudi, yang menunjukkan bahwa kebijakan seperti ini harus lebih dipertimbangkan agar dapat menguntungkan semua pihak.
Diskusi mengenai dampak promo masih berlanjut. Seberapa besar efeknya bagi pendapatan pengemudi dan bagaimana solusi yang dapat diajukan menjadi fokus utama.
Secara keseluruhan, gejolak di kalangan pengemudi ojek online mencerminkan ketidakpastian di industri ride-hailing yang terus berkembang. Masyarakat dan pemerintah perlu bersinergi untuk mengatasi permasalahan ini dengan cara yang saling menguntungkan. Dengan diadakannya dialog antara pengemudi, aplikator, dan pemerintah, diharapkan dapat tercipta kebijakan yang adil dan berkelanjutan.