Insiden pesawat yang terjadi pada tanggal 11 Juni 1984 di Bandara Kemayoran, Jakarta, menjadi salah satu momen penting dalam sejarah penerbangan Indonesia. Pesawat jenis McDonnell Douglas DC-9 yang terdaftar dengan kode PK-GNE ini mengalami pendaratan yang buruk, yang mengakibatkan kerusakan parah pada bagian belakang bodinya.
Pendaratan yang tidak sempurna ini menyebabkan pesawat terpantul hingga tiga kali. Hal ini bukan hanya memberi dampak pada struktur pesawat, tetapi juga menimbulkan pertanyaan tentang keselamatan dalam penerbangan. Meskipun begitu, beruntung tidak ada korban jiwa dalam insiden ini, yang menunjukkan bahwa keselamatan awak pesawat tetap terjaga meski dalam situasi genting.
Penyebab dan Dampak Pendaratan Keras
Pendaratan yang terjadi dengan keras dapat diberikan penjelasan melalui beberapa faktor. Salah satunya adalah kurangnya pengalaman atau kesalahan dalam pengendalian pesawat saat mendekati landasan. Pada pendaratan ketiga, pesawat mengalami gaya gravitasi positif mencapai 5,8 g, yang terbilang sangat tinggi. Hal ini menyebabkan bagian pemisah pesawat terbelah menjadi dua bagian, tepat di antara nomor 737 dan 756.
Data menunjukkan bahwa insiden ini merupakan salah satu kasus pendaratan yang paling parah di kategori pesawat sejenis. Dalam hal ini, penting untuk mengkaji pengalaman pilot dan bagaimana teknik pendaratan yang digunakan. Insiden seperti ini menimbulkan kerentanan dalam sistem keselamatan penerbangan, yang harus diantisipasi dan ditindaklanjuti oleh pihak otoritas penerbangan.
Langkah-langkah Selanjutnya Setelah Insiden
Setelah dinyatakan mengalami kerusakan yang tidak bisa diperbaiki, pesawat ini menjadi contoh penting dalam analisis keselamatan penerbangan. Biasanya, pesawat yang mengalami kerusakan berat akan dibongkar dan komponennya tidak disimpan untuk tujuan pameran atau museum. Dalam hal ini, pesawat tersebut dihapus dari daftar operasional dan tidak ada catatan yang menunjukkan adanya bagian-bagian yang disimpan.
Seluruh awak pesawat yang berada di dalamnya pada saat insiden berhasil keluar tanpa cedera, menunjukkan bahwa prosedur evakuasi dilaksanakan dengan baik. Hal ini menjadi pelajaran berharga bagi dunia penerbangan, menunjukan pentingnya pelatihan dan kesiapan awak untuk menghadapi situasi darurat.
Insiden ini juga menunjukkan kebutuhan akan pemahaman teknik pendaratan yang lebih baik. Dengan memberikan perhatian pada teknik pengendalian pesawat dan pelatihan awak, diharapkan kecelakaan serupa dapat dihindari di masa depan. Keselamatan penerbangan tidak hanya tergantung pada teknologi pesawat, tetapi juga pada kapasitas manusia di dalamnya.