Gelaran balap kapal supercepat F1 Powerboat di Danau Toba, Indonesia, akhir pekan lalu mendorong terciptanya sejarah baru, di mana seaplane atau kapal apung pertama berhasil mendarat di danau tersebut. Jika kita menelusuri sejarah, pendaratan kapal apung atau kapal amfibi di Indonesia ternyata sudah memiliki catatan sejak lama, bahkan ada yang mengatakan sebelum Perang Dunia II (PD II). Di antara pesawat amfibi yang tercatat pertama kali mendarat di Indonesia adalah PBY Catalina.
Apakah Anda tahu bahwa PD II tidak hanya merubah peta geopolitik, tetapi juga memengaruhi praktik penerbangan di Indonesia? Beberapa sumber mencatat bahwa pertempuran di Teluk Cenderawasih dan perairan sekitar Biak, Papua, menjadi salah satu wilayah strategis di mana pesawat amfibi banyak dioperasikan. Temuan bangkai PBY Catalina di dasar laut Biak menegaskan pentingnya jenis pesawat ini selama masa konflik.
Sejarah Pesawat Amfibi Pertama di Indonesia
Sejak tahun 1941 hingga 1944, baik Sekutu yang dipimpin Amerika Serikat (AS) maupun Jepang terlibat dalam berbagai misi penerbangan intai. Medan pertempuran yang didominasi perairan mendorong kedua belah pihak untuk mengerahkan pesawat amfibi. Jepang, misalnya, menggunakan pesawat amfibi Kawanishi H8K, sementara Sekutu mengandalkan PBY Catalina Flying Boat sebagai kendaraan intai handal.
Namun, catatan menyebutkan bahwa Jepang lebih sering menggunakan Kawanishi H8K sebagai pengebom ketimbang pesawat pengintai. Hal ini menjadikan PBY Catalina sebagai pesawat amfibi pertama yang benar-benar berfungsi dalam peran pengintaian di Indonesia. Pesawat ini pertama kali diproduksi pada tahun 1930-an oleh pabrikan Consolidated Aircraft dan American Aircraft Manufactures, yang meluncurkan beberapa varian seiring perkembangannya.
Salah satu hal menarik adalah bahwa meskipun terdapat banyak tipe yang diproduksi, tidak ada catatan pasti mengenai jenis PBY Catalina mana yang mendarat pertama kali di Indonesia. Namun, setelah PD II, Indonesia memperoleh pesawat legendaris ini melalui TNI-AU, dengan varian PBY-5A Catalina.
Peran PBY Catalina dalam Sejarah Pertahanan Indonesia
PBY-5A Catalina diartikan sebagai Patrol Bomber, yang menunjukkan kemampuannya mengangkut ranjau laut, bom, torpedo, dan senapan mesin kaliber 50 milimeter. Kontribusi Catalina selama PD II tidak terbantahkan, dan dengan desain kokpit serta jendela yang luas, pesawat ini menjadi favorit di kalangan negara-negara pengguna pesawat intai, termasuk Indonesia yang menggunakan model ini pada tahun 1950-an.
Dari sisi lain, keunggulan amfibi dari Catalina juga tidak bisa dianggap remeh. Menurut laporan di Indomiliter.com, Catalina berperan penting dalam misi pencarian dan penyelamatan (SAR) di lautan lepas, dan hingga kini, masih digunakan secara terbatas di beberapa negara untuk pemadam kebakaran hutan.
PBY-5A Catalina mulai bergabung dengan jajaran TNI-AU sebagai hasil dari konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, di mana Indonesia memperoleh beberapa perangkat militer dari Belanda, termasuk delapan unit bekas pakai Angkatan Udara Hindia Belanda. Pesawat ini menjadi bagian penting dalam sejarah militer Indonesia, digunakan dalam banyak misi, salah satunya adalah kunjungan kerja Presiden Soekarno ke Gorontalo pada tahun 1951.
Melihat kembali perjalanan sejarah pesawat amfibi ini, kita dapat memahami bagaimana teknologi dan strategi penerbangan Indonesia berkembang seiring waktu, dan bagaimana sebuah pesawat dapat membawa makna yang lebih dalam bagi sejarah bangsa.