Sempat menjadi sorotan di media sosial, pembangunan MRT fase 2 di Jakarta mengungkap temuan mengejutkan berupa rel trem yang tertimbun di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat. Temuan ini menunjukkan bahwa rel trem Batavia yang bersejarah ternyata masih tersimpan di bawah permukaan tanah setelah terkubur selama puluhan tahun.
Rel trem ini ditemukan pada kedalaman 27 cm, dan lebih dari 118 span rel atau sekitar 1,4 km telah berhasil diidentifikasi melalui proyek MRT Jakarta. Keberadaan rel ini membuat banyak warga dan pengamat sejarah transportasi di Jakarta terpesona. Temuan tersebut menegaskan bahwa Kota Batavia di masa lalu memiliki sistem transportasi yang cukup maju, di mana trem menjadi salah satu pilihan transportasi favorit di kalangan masyarakat. Namun, sangat disayangkan bahwa penumpang trem saat itu dibedakan berdasarkan etnis, antara penumpang Eropa dan pribumi.
Sejarah Transportasi Trem di Jakarta
Transportasi trem di Batavia dioperasikan oleh dua perusahaan kereta swasta Belanda, yaitu Nederlandsche Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) dan Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij (BOS). Kemudian, pengoperasian trem ini diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda melalui Staatsspoorwegen (SS). Jalur pertama trem beroperasi antara Pasar Ikan (Penjaringan) hingga Kampung Melayu, menunjukkan bahwa trem telah melayani masyarakat dalam menjangkau berbagai daerah di kota.
Penting untuk diingat bahwa trem tidak hanya hadir di Jakarta, tetapi juga kota-kota besar lainnya seperti Surabaya, Semarang, dan Bandung. Di Jakarta sendiri, meski trem berkembang ke berbagai wilayah, sisa-sisa rel dan infrastruktur trem saat ini hampir tidak ada atau telah hilang. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun trem pernah menjadi andalan masyarakat, saat ini kita hampir tidak menemukan jejaknya.
Transformasi dan Penutupan Trem di Jakarta
Pada awal 1900-an, trem mulai beroperasi secara listrik, memberikan kemudahan transportasi yang lebih baik bagi warga Batavia. Biaya tiketnya yang terjangkau, hanya 10 sen, membuat layanan ini sangat populer di kalangan masyarakat. Namun, seiring dengan berkembangnya zaman dan kepemimpinan Presiden Soekarno, keputusan diambil untuk menghapus sistem transportasi ini pada tahun 1957. Alasannya cukup sederhana, yaitu mengubah wajah transportasi di ibu kota menjadi lebih modern.
Sayangnya, penghapusan trem ini dilakukan tanpa menyisakan sisa-sisa memorabilia, dan trem yang sempat menjadi primadona pun hilang dari ingatan masyarakat. Di tempatnya, Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD) beroperasi hingga kini, meski terasa kurang menggantikan sejarah yang ditinggalkan. Dengan tidak adanya museum transportasi di Jakarta, banyak orang tidak memiliki pengetahuan yang mendalam tentang sejarah transportasi yang pernah ada, termasuk trem ini.
Adalah sangat disayangkan bahwa peninggalan sejarah ini tidak diabadikan lebih lanjut. Di tengah perkembangan kota Jakarta yang telah berusia 489 tahun, pengetahuan tentang trem Batavia seharusnya bisa menjadi titik perbandingan yang menarik dengan alat transportasi modern saat ini. Selain itu, terdapat potensi untuk mengedukasi masyarakat mengenai sejarah dan perkembangan transportasi di Jakarta.
Sejarah trem di Jakarta sering mengundang tanya, mengapa sistem ini dihapus, padahal dulunya sangat diminati masyarakat.