Bagi masyarakat Maluku, Pelabuhan Yos Soedarso bukan sekadar dermaga tempat kapal bersandar. Ia adalah denyut nadi perdagangan, pintu keluar-masuk barang dan manusia, serta saksi sejarah panjang perkembangan Ambon sebagai kota pelabuhan strategis di timur Indonesia.
Cikal bakal Pelabuhan Yos Soedarso sudah ada sejak masa kolonial Belanda. Letaknya di Teluk Ambon yang terlindung dari gelombang besar menjadikannya lokasi ideal untuk kegiatan bongkar muat kapal layar dan kapal uap pada abad ke-19.
Berita Sejarah Pelabuhan Yos Soedarso
Pada masa itu, pelabuhan ini menjadi titik penting pengiriman rempah-rempah seperti pala, cengkeh, dan fuli yang menjadi komoditas utama Maluku. Setelah kemerdekaan Indonesia, pelabuhan ini terus difungsikan sebagai pusat logistik dan transportasi laut.
Namanya kemudian diabadikan menjadi Pelabuhan Yos Soedarso untuk mengenang Laksamana Madya TNI Yosaphat “Yos” Soedarso, pahlawan nasional yang gugur dalam pertempuran Laut Aru tahun 1962. Pada dekade 1970–1990-an, Pelabuhan Yos Soedarso mengalami masa sibuk yang luar biasa.
Peran Strategis Pelabuhan di Era Modern
Kapal Pelni (Pelayaran Nasional Indonesia) seperti KM Dobonsolo, KM Ciremai, dan KM Tidar menjadi pemandangan rutin di dermaga. Pelabuhan ini menghubungkan Ambon dengan pelabuhan besar lain seperti Tanjung Perak Surabaya, Makassar, Sorong, dan Jayapura.
Selain kapal penumpang, arus barang pun sangat ramai. Hasil bumi Maluku seperti kopra, ikan kering, dan hasil laut lainnya dikirim ke luar daerah, sementara bahan pangan, semen, besi, dan barang kebutuhan pokok masuk melalui dermaga ini. Aktivitas bongkar muat berjalan siang dan malam, diiringi hiruk-pikuk buruh pelabuhan yang mengangkut barang secara manual.
Memasuki era 2000-an, Pelabuhan Yos Soedarso mendapat berbagai perbaikan fasilitas dari PT Pelindo IV. Area dermaga diperkuat, gudang logistik diperluas, dan sistem bongkar muat mulai dilengkapi peralatan modern. Namun, tantangan tetap ada: persaingan dengan pelabuhan lain di sekitar Maluku, perubahan jalur distribusi, dan cuaca ekstrem yang kadang menghambat operasional.
Meski begitu, pelabuhan ini tetap menjadi simpul penting, khususnya bagi distribusi logistik ke pulau-pulau di Maluku Tengah dan sekitarnya. Kapal-kapal perintis yang mengangkut barang dan penumpang ke pulau kecil seperti Buru, Seram, dan Banda Neira, hampir selalu memulai perjalanan dari sini.
Kini, Pelabuhan Yos Soedarso berperan ganda: sebagai pelabuhan penumpang utama di Ambon dan pusat distribusi barang antar-pulau. Pemandangan kapal Pelni yang merapat tetap menjadi momen yang dinanti, terutama bagi warga yang menunggu keluarga pulang dari perantauan.
Di sekitar pelabuhan, kehidupan ekonomi tetap berdenyut. Pedagang kaki lima menjual makanan dan minuman bagi penumpang yang menunggu keberangkatan. Sopir angkot dan taksi pelabuhan bersiaga melayani mobilitas penumpang, sementara buruh pelabuhan tetap setia menjadi motor penggerak bongkar muat.
Pelabuhan Yos Soedarso adalah bagian dari identitas Ambon sebagai kota pelabuhan. Dari masa kolonial, masa perjuangan, hingga era modern, dermaga ini telah menjadi saksi perjalanan panjang Maluku di jalur laut. Selama kapal masih berlayar di perairan timur Indonesia, pelabuhan ini akan tetap menjadi gerbang laut utama yang tak tergantikan.