Guna menghadiri St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025, Presiden RI Prabowo Subianto pada tanggal 18 Juni 2025, telah tiba di kota St. Petersburg, tepatnya di Bandara Internasional Pulkovo, Rusia. Kunjungan ini mencerminkan peran aktif Indonesia dalam dialog global, meski situasi geopolitik terkini penuh tantangan.
Terlepas dari ketegangan yang menyelimuti hubungan internasional, khususnya terkait dengan konflik di Ukraina, keberanian Prabowo untuk melangkah ke Rusia menciptakan sorotan tersendiri. Hanya beberapa waktu sebelumnya, Bandara Pulkovo pernah mengalami penutupan sementara akibat ancaman serangan drone, yang menambah kompleksitas perjalanan ke negara tersebut.
Keberanian Dalam Situasi Sulit
Pada 4 Januari 2025, Bandara Pulkovo sempat dihentikan operasionalnya akibat penutupan darurat yang diimplementasikan Otoritas Rusia. Protokol “Carpet plan” diterapkan setelah adanya laporan mengenai ancaman dari drone tak dikenal, yang diduga berasal dari Ukraina. Dalam rentang waktu dari pukul 07.45 hingga 10.15 pagi waktu Moskow, sekitar 20 penerbangan terpaksa dialihkan, menunjukkan dampak signifikan terhadap operasi bandara.
Fakta yang tak dapat diabaikan adalah, meskipun tidak ada jatuhnya korban jiwa akibat insiden tersebut, gangguan operasional yang terjadi menjadi pengingat akan ketidakpastian yang melanda bandara dan kawasan sekitarnya. Keputusan seorang pemimpin untuk berkunjung ke lokasi dengan latar belakang semacam ini, tentulah menjadi gambaran tentang keberanian dan kepercayaan diri yang diperlukan dalam menjalankan diplomasi.
Bandara Pulkovo: Gerbang Udara Strategis
Bandara Pulkovo, yang berfungsi sebagai gerbang utama untuk kota St. Petersburg, memiliki sejarah panjang sejak didirikan pada tahun 1931. Awalnya bernama Shosseynaya, bandara ini dibangun sebagai pangkalan udara militer dan sipil. Seiring waktu, Pulkovo bertransisi menjadi salah satu bandara tersibuk di Rusia dan penting untuk aksesibilitas ke kawasan barat laut negara tersebut.
Pembangunan terminal modern pertama, Pulkovo-1, terjadi pada tahun 1973 dan menjadikannya sebagai bandara dengan fasilitas yang cukup canggih pada masanya. Dalam rentang waktu pasca-runtuhnya Uni Soviet, Pulkovo mengalami penurunan jumlah penumpang. Namun, dengan kebangkitan pariwisata dan peningkatan ekonomi di St. Petersburg awal 2000-an, bandara ini kembali menemukan masa jayanya.
Pada tahun 2009 hingga 2013, proyek rekonstruksi besar-besaran dilaksanakan dengan fokus pada peningkatan fasilitas. Terminal baru yang terpadu dibuka pada Desember 2013, dan sejak saat itu menjadi terminal utama untuk semua penerbangan internasional yang berasal dari atau menuju Pulkovo.
Sejak invasi Rusia ke Ukraina 2022, Pulkovo mengalami dampak negatif yang signifikan, terutama dalam hal penerbangan internasional menuju Eropa. Perubahan ini memaksa bandara untuk lebih fokus pada penerbangan domestik dan rute-rute ke negara Asia dan Timur Tengah.
Di Rusia, setiap tahun rata-rata ada 15 insiden terkait push back car di bandara.
Secara teknis, Bandara Pulkovo memiliki dua landasan pacu paralel yang mampu menangani berbagai jenis pesawat, termasuk model-model besar seperti Boeing 747 dan Airbus A350. Hal ini menjadikannya sebagai salah satu bandara yang cukup pelik dalam hal kapabilitas penerbangan di wilayah tersebut.
Peneapan kebijakan dan strategi oleh pemerintah dan operator bandara akan sangat penting untuk memulihkan lagi moda transportasi udara di era pasca-konflik ini. Keselamatan penerbangan dan kelancaran operasional harus tetap menjadi prioritas, karena keduanya adalah tulang punggung untuk mendukung ekonomi dan mobilitas masyarakat.